Seorang anak di China pada 27 Januari 2006 mendapat penghargaan
tinggi dari pemerintahnya karena dinyatakan telah melakukan “Perbuatan
Luar Biasa”. Diantara 9 orang peraih penghargaan itu, ia merupakan
satu-satunya anak kecil yang terpilih dari 1,4 milyar penduduk China.
Yang membuatnya dianggap luar biasa ternyata adalah perhatian dan
pengabdian pada ayahnya, senantiasa kerja keras dan pantang menyerah,
serta perilaku dan ucapannya yang menimbulkan rasa simpati.
Sejak ia berusia 10 tahun (tahun 2001) anak ini ditinggal pergi oleh
ibunya yang sudah tidak tahan lagi hidup bersama suaminya yang sakit
keras dan miskin. Dan sejak hari itu Zhang Da hidup dengan seorang Papa
yang tidak bisa bekerja, tidak bisa berjalan, dan sakit-sakitan.
Kondisi ini memaksa seorang bocah ingusan yang waktu itu belum genap
10 tahun untuk mengambil tanggungjawab yang sangat berat. Ia harus
sekolah, ia harus mencari makan untuk Papanya dan juga dirinya sendiri,
ia juga harus memikirkan obat-obat yang pasti tidak murah untuk dia.
Dalam kondisi yang seperti inilah kisah luar biasa Zhang Da dimulai.
Ia masih terlalu kecil untuk menjalankan tanggung jawab yang susah dan
pahit ini. Ia adalah salah satu dari sekian banyak anak yang harus
menerima kenyataan hidup yang pahit di dunia ini. Tetapi yang membuat
Zhang Da berbeda adalah bahwa ia tidak menyerah.
Hidup harus terus berjalan, tapi tidak dengan melakukan kejahatan,
melainkan memikul tanggungjawab untuk meneruskan kehidupannya dan
Papanya. Demikian ungkapan Zhang Da ketika menghadapi utusan pemerintah
yang ingin tahu apa yang dikerjakannya.
Ia mulai lembaran baru dalam hidupnya dengan terus bersekolah. Dari
rumah sampai sekolah harus berjalan kaki melewati hutan kecil. Dalam
perjalanan dari dan ke sekolah itulah, Ia mulai makan daun, biji-bijian
dan buah-buahan yang ia temui.
Kadang juga ia menemukan sejenis jamur, atau rumput dan ia coba
memakannya. Dari mencoba-coba makan itu semua, ia tahu mana yang masih
bisa ditolerir oleh lidahnya dan mana yang tidak bisa ia makan.
Setelah jam pulang sekolah di siang hari dan juga sore hari, ia
bergabung dengan beberapa tukang batu untuk membelah batu-batu besar dan
memperoleh upah dari pekerjaan itu. Hasil kerja sebagai tukang batu ia
gunakan untuk membeli beras dan obat-obatan untuk papanya.
Hidup seperti ini ia jalani selama 5 tahun tetapi badannya tetap
sehat, segar dan kuat. Zhang Da merawat Papanya yang sakit sejak umur 10
tahun, ia mulai tanggungjawab untuk merawat papanya.
Ia menggendong papanya ke WC, ia menyeka dan sekali-sekali memandikan
papanya, ia membeli beras dan membuat bubur, dan segala urusan papanya,
semua dia kerjakan dengan rasa tanggungjawab dan kasih. Semua pekerjaan
ini menjadi tanggungjawabnya sehari-hari.
Zhang Da menyuntik sendiri papanya. Obat yang mahal dan jauhnya tempat
berobat membuat Zhang Da berpikir untuk menemukan cara terbaik untuk
mengatasi semua ini. Sejak umur sepuluh tahun ia mulai belajar tentang
obat-obatan melalui sebuah buku bekas yang ia beli.
Yang membuatnya luar biasa adalah ia belajar bagaimana seorang suster
memberikan injeksi / suntikan kepada pasiennya. Setelah ia rasa mampu,
ia nekat untuk menyuntik papanya sendiri. Sekarang pekerjaan menyuntik
papanya sudah dilakukannya selama lebih kurang lima tahun, maka Zhang Da
sudah terampil dan ahli menyuntik.
Ketika mata pejabat, pengusaha, para artis dan orang terkenal yang
hadir dalam acara penganugerahan penghargaan tersebut sedang tertuju
kepada Zhang Da, pembawa acara (MC) bertanya kepadanya,
“Zhang Da, sebut saja kamu mau apa, sekolah di mana, dan apa yang kamu
rindukan untuk terjadi dalam hidupmu? Berapa uang yang kamu butuhkan
sampai kamu selesai kuliah?
Besar nanti mau kuliah di mana, sebut saja. Pokoknya apa yang kamu
idam-idamkan sebut saja, di sini ada banyak pejabat, pengusaha, dan
orang terkenal yang hadir.
Saat ini juga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi, mereka bisa membantumu!”
Zhang Da pun terdiam dan tidak menjawab apa-apa. MC pun berkata lagi kepadanya, “Sebut saja, mereka bisa membantumu.”
Beberapa menit Zhang Da masih diam, lalu dengan suara bergetar ia pun menjawab,
“Aku mau mama kembali. Mama kembalilah ke rumah, aku bisa membantu papa, aku bisa cari makan sendiri, Mama kembalilah!”
Semua yang hadir pun spontan menitikkan air mata karena terharu.
Tidak ada yang menyangka akan apa yang keluar dari bibirnya. Mengapa ia
tidak minta kemudahan untuk pengobatan papanya, mengapa ia tidak minta
deposito yang cukup untuk meringankan hidupnya dan sedikit bekal untuk
masa depannya?
Mengapa ia tidak minta rumah kecil yang dekat dengan rumah sakit?
Mengapa ia tidak minta sebuah kartu kemudahan dari pemerintah agar
ketika ia membutuhkan, pasti semua akan membantunya.
Mungkin apa yang dimintanya, itulah yang paling utama bagi dirinya. Aku
mau Mama kembali, sebuah ungkapan yang mungkin sudah dipendamnya sejak
saat melihat mamanya pergi meninggalkan dia dan papanya.
Kisah di atas bukan saja mengharukan namun juga menimbulkan kekaguman.
Seorang anak berusia 10 tahun dapat menjalankan tanggung jawab yang
berat selama 5 tahun. Kesulitan hidup telah menempa anak tersebut
menjadi sosok anak yang tangguh dan pantang menyerah.
Zhang Da boleh dibilang langka karena sangat berbeda dengan anak-anak
modern. Saat ini banyak anak yang segala sesuatunya selalu dimudahkan
oleh orang tuanya. Karena alasan sayang, orang tua selalu membantu
anaknya, meskipun sang anak sudah mampu melakukannya. [islamedia]
Selasa, 16 Juli 2013
Selasa, 09 Juli 2013
Gadis Kecil Yang Shalihah
Kali ini saya mengutip kisah nyata dari tanah Arab...
dan semoga kita bisa mengambil hikmahnya.. Amiend.. :)
Kisah
ini sangat menggugah. Di dalamnya terdapat hikmah yang besar tentang
istiqomah, kesabaran, dan dakwah. Tentang seorang gadis kecil yang
diberikan hidayah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Islam dan
berpegang teguh atasnya, walaupun terjadi sesuatu atas dirinya.
Monggo, silakan dinikmati kisahnya..
GADIS KECIL YANG SHALIHAH
oleh: Ummu Mariah Iman Zuhair
Aku akan meriwayatkan kepada anda kisah yang sangat berkesan ini, seakan-akan anda mendengarnya langsung dari lisan ibunya.
Berkatalah ibu gadis kecil tersebut:
Saat
aku megandung putriku, Afnan, ayahku melihat sebuah mimpi di dalam
tidurnya. Ia melihat banyak burung pipit yang terbang di angkasa. Di
antara burung-burung tersebut terdapat seekor merpati putih yang sangat
cantik, terbang jauh meninggi ke langit. Maka aku bertanya kepada ayah
tentang tafsir mimpi tersebut. Maka ia mengabarkan kepadaku bahwa burung
pipit itu adalah anak-anakku, dan sesungguhnya aku akan melahirkan
seorang gadis yang bertakwa. Ia tidak menyempurnakan tafsirnya,
sementara akupun tidak meminta tafsir tentang takwil mimpi tersebut.
Setelah
itu aku melahirkan putriku, Afnan. Ternyata dia benar-benar seorang
gadis yang bertakwa. Aku melihatnya sebagai soerang wanita yang shalihah
sejak kecil. Dia tidak pernah mau mengenakan celana, tidak juga
mengenakan pakaian pendek. Dia akan menolak dengan keras, padahal dia
masih kecil, Jika aku mengenakan rok pendek padanya, maka ia akan
mengenakan celana panjang di balik rok tersebut.
Afnan
senantiasa menjauh dari segenap perkara yang membuat murka Allah.
Setelah dia menduduki kelas 4 SD, dia semakin menjauh dari segenap
perkara yang membuat murka Allah. Dia menolak pergi ke tempat-tempat
permainan, atau ke pesta-pesta walimah. Dia adalah seorang gadis yang
berpegang teguh dengan agamanya, sangat cemburu di atasnya, menjaga
shalatnya, dan sunnah-sunnahnya.
Tatkala
dia sampai SMP, mulailah dia berdakwah kepada agama Allah. Dia tidak
pernah melihat sebuah kemungkaran kecuali dia mengingkarinya, dan
memerintah kepada yang ma’ruf dan senantiasa menjaga hijabnya. Permulaan
dakwahnya kepada agama Allah adalah permulaan masuk Islamnya pembantu
kami yang berkebangsaan Sri Lanka.
Ibu Afnan melanjutkan ceritanya:
Tatkala
aku mengandung putraku, Abdullah, aku terpaksa mempekerjakan seorang
pembantu untuk merawatnya saat kepergianku, karena aku adalah seorang
karyawan. Ia beragama Nasrani. Setelah Afnan mengetahui bahwa pembantu
tersebut tidak muslimah, dia marah dan mendatangiku seraya berkata:
“Wahai ummi, bagaimana dia akan menyentuh pakaian-pakaian kita, mencuci
piring kita, dan merawat adikku, sementara dia adalah wanita kafir?! Aku
siap meninggalkan sekolah, dan melayani kalian selama 24 jam, dan
jangan menjadikan wanita kafir sebagai pembantu kita!!”
Aku
tidak memperdulikannya, karena memang kebutuhanku terhadap pembantu
tersebut amat mendesak. Hanya dua bulan setelah itu, pembantu tersebut
mendatangiku dengan penuh kegembiraan, seraya berkata: “Mama, aku
sekarang menjadi seorang muslimah, karena jasa Afnan yang terus
mendakwahiku. Dia telah mengajarkan kepadaku tentang Islam”. Maka akupun
sangat bergembira mendengar kabar baik ini.
Saat
Afnan duduk di kelas 3 SMP, pamannya meminta hadir dalam pesta
pernikahannya. Dia memaksa Afnan untuk hadir, jika tidak maka dia tidak
akan ridha kepadanya sepanjang hidupnya. Akhirnya Afnan menyetujui
permintaannya setelah ia mendesak dengan sangat, dan juga karena Afnan
sangat mencintai pamannya tersebut.
Afnan
bersiap untuk mendatangi pernikahan itu. Dia mengenakan gaun yang
menutupi seluruh tubuhnya. Dia adalah seorang gadis yang cantik. Setiap
orang yang melihatnya akan terkagum-kagum dengan kecantikannya. Semua
orang kagum dan bertanya-tanya, siapa gadis ini? Mengapa engkau
menyembunyikannya dari kami selama ini?
Setelah
menghadiri pernikahan pamannya, Afnan terserang kanker tanpa kami
ketahui. Dia merasakan sakit yang terasa sangat pada kakinya. Dia
menyembunyikan rasa sakitnya dan berkata: “Sakit ringan, akan segera
hilang InsyaAllah.” Setelah itu dia tidak mampu lagi berjalan. Kami pun
membawanya ke rumah sakit..
Selesailah
pemeiksaan dan diagnosa yang sudah sudah semestinya. Di dalam salah
satu ruangan di rumah sakit tersebut, sang dokter berkebangsaan Turki
mengumpulkanku, ayahnya, dan pamannya. Hadir pula saat itu seorang
penerjemah, dan seorang perawat yang bukan muslim. Sementara Afnan
berbaring di atas ranjang.
Dokter
mengabarkan kepada kami, bahwa Afnan terserang kanker di kakinya, dan
dia akan memberikan 3 suntikan kimiawi yang akan merontokkan seluruh
rambut dan alisnya. Akupun terkejut dengan kabar ini. Kami duduk dan
menangis. Adapaun Afnan, saat dia mengetahui kabar tersebut dia sangat
bergembira. “Alhamdulillah… Alhamdulillah… Alhamdulillah…” Akupun
mendekatkan dia di dadaku , sementara aku dalam keadaan menangis. Dia
berkata: “Wahai ummi, Alhamdulillah, musibah ini hanya menimpaku, bukan
menimpa agamaku”.
Dia
pun bertahmid memuji Allah dengan suara keras, sementara semua orang
melihat kepadanya dengan tercengang!! Aku merasa diriku kecil, sementara
aku melihat gadis kecilku ini dengan kekuatan imannya dan aku dengan
kelemahan imanku. Setiap orang yang bersama kami sangat terkesan dengan
kejadian ini. Adapun penerjemah dan para perawat, merekapun menyatakan
keislamannya.
Berikutnya adalah perjalanan dia untuk berobat dan berdakwah kepada Allah.
Sebelum
Afnan memulai pengobatan dengan bahan-bahan kimia, pamannya meminta
akan menghadirkan gunting untuk memotong rambutnya sebelum rontok karena
pengobatan. Diapun menolak dengan keras. Aku mencoba untuk memberinya
pengertian agar memenuhi keinginan pamannya, akan tetapi dia menolak dan
bersikukuh seraya berkata: “Aku tidak ingin terhalangi dari pahala
bergugurannya setiap helai rambut dari kepalaku.”
Kami
(aku, suamiku dan Afnan) pergi untuk pertama kalinya ke Amerika dengan
pesawat terbang. Saat kami sampai di sana, kami disambut oleh seorang
dokter wanita Amerika yang sebelumnya pernah bekerja di Saudi selama 15
tahun. Dia bisa berbicara bahasa Arab. Saat Afnan melihatnya, dia
berkata kepadanya: “Apakah engkau seorang muslimah?” Dia menjawab:
“Tidak”
Afnan
pun meminta kepadanya untuk mau pergi bersamanya ke sebuah kamar
kosong. Dokter wanita itupun membawanya ke salah satu ruangan. Setelah
itu dokter wanita itu kemudian mendatangiku sementara kedua matanya
telah terpenuhi dengan linangan air mata. Dia mengatakan bahwa 15 tahun
dia di Saudi, tidak pernah seorangpun mengajaknya kepada Islam. Dan di
sini datang seorang gadis kecil yang mendakwahinya. Akhirnya dia masuk
Islam melalui tangannya.
Di
Amerika, mereka mengabarkan bahwa tidak ada obat baginya kecuali
mengamputasi kakinya, karena dikhawatirkan kanker tersebut akan menyebar
sampai ke paru-paru dan akan membuatnya mati. Akan tetapi Afnan sama
sekali tidak takut terhadap amputasi, yang dia khawatirkan adalah
perasaan orang tuanya.
Pada
suatu hari, Afnan berbicara dengan salah satu temanku melalui
Messenger. Afnan bertanya: “Bagaimana menurut pendapatmu, apakah aku
akan menyetujui mereka untuk mengamputasi kakiku?”. Maka dia mencoba
menenangkannya, dan bahwa mungkin bagi mereka untuk memasang kaki palsu
sebagai gantinya. Maka Afnan menjawab dengan satu kalimat: “Aku tidak
memperdulikan kakiku, yang aku inginkan adalah mereka meletakkanku di
dalam kuburku sementara aku dalam keadaan sempurna”. Temanku tersebut
berkata: ”Sesungguhnya setelah jawaban Afnan, aku merasa kecil di
hadapan Afnan. Aku tidak memahami seuatupun, seluruh pikiranku tertuju
kepada bagaimana dia nanti akan hidup, sedangkan pikirannya lebih tinggi
dari itu, yaitu bagaimana nanti dia akan mati”.
Kamipun kembali ke Saudi setelah kami amputasi kaki Afnan, dan tiba-tiba kanker telah menyerang paru-paru!!
Keadaannya
sungguh membuat putus asa, karena mereka meletakkannya di atas ranjang,
dan di sisinya terdapat sebuah tombol. Hanya dengan menekan tombol
tersebut maka dia tersuntik dengan jarum bius dan jarum infus.
Di
rumah sakit tidak terdengar adzan, dan keadaannya seperti orang yang
koma. Tetapi hanya dengan masuknya waktu shalat dia terbangun dari
komanya, kemudian meminta air, kemudian wudhu’ dan shalat, tanpa ada
yang membangunkannya!!
Di
hari-hari terakhir Afnan, para dokter mengabari kami bahwa tidak ada
gunanya lagi ia di rumah sakit. Sehari atau dua hari dia akan meninggal.
Maka memungkinkan bagi kami untuk membawanya ke rumah. Aku ingin dia
menghabiskan hari-hari terakhirnya di rumah ibuku. Di rumah, dia tidur
di sebelah kamar kecil. Aku duduk di sisinya dan berbicara dengannya.
Pada
suatu hari, istri pamannya datang menjenguk. Aku katakan bahwa dia
berada dalam kamar sedang tidur. Ketika dia masuk ke dalam kamar, dia
terkejut kemudian menutup pintu. Akupun terkejut dan khawatir terjadi
sesuatu pada Afnan. Maka aku bertanya kepadanya, tetapi dia tidak mampu
menjawab. Maka aku tidak mampu lagi menguasai diri, akupun pergi
kepadanya. Saat aku membuka kamar, apa yang kulihat membuatku
tercengang. Saat itu lampu dalam keadaan dimatikan, sementara wajah
Afnan memancarkan cahaya di tengah kegelapan malam. Dia melihat kepadaku
kemudian tersenyum. Dia berkata: “Ummi, kemarilah, aku mau menceritakan
sebuah mimpi yang telah kulihat”. Kukatakan “(Mimpi) yang baik
InsyaAllah.” Dia berkata: “Aku melihat diriku sebagai pengantin di hari
pernikahanku, aku mengenakan gaun berwarna putih yang lebar. Engkau,
keluargaku, kalian semua berada di sekelilingku. Semuanya berbahagia
dengan pernikahanku, kecuali engkau ummi.”
Akupun
bertanya kepadaya: “Bagaimana menurutmu tentang tafsir mimpimu
tersebut?”. Dia menjawab: “Aku menyangka, bahwasanya aku akan meninggal
dunia dan mereka semua akan melupakanku, dan hidup dalam keadaan
berbahagia kecuali engkau ummi, Engkau terus mengingatku, dan bersedih
atas perpisahanku”.
Benarlah
apa yang dikatakan Afnan. Aku sekarang ini, saat aku menceritakan kisah
ini, aku menahan sesuatu yang membakar dari dalam diriku, setiap kali
aku mengingatnya, akupun bersedih atasnya.
Pada
suatu hari, aku duduk dekat dengan Afnan, aku, dan ibuku. Saat itu
Afnan berbaring di atas ranjangnya kemudian dia terbangun. Dia berkata:
“Ummi, mendekatlah kepadaku, aku ingin menciummu”. Maka diapun
menciumku. Kemudian dia berkata: “Aku ingin mencium pipimu yang kedua”.
Akupun mendekat kepadanya, dan dia menciumku, kemudian kembali berbaring
di atas ranjangnya. Ibuku berkata kepadanya: “Afnan, ucapkanlah Laa
ilaaha illallah”.
Maka
dia berkata : “Asyhadu alla ilaaha illallah”. Kemudian dia
menghadapakan wajahnya ke arah kiblat dan berkata “Asyhadu alla ilaaha
illallah”. Dia mengucapkannya sebanyak 10 kali, kemudian dia berkata
“Asyhadu alla ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadan rasulullah”.
Dan keluarlah rohnya.
Maka
kamar tempat dia meninggal di dalamnya dipenuhi oleh aroma minyak
kesturi selama 4 hari. Aku tidak mampu untuk tabah, keluargaku takut
akan terjadi sesuatu terhadap diriku. Maka merekapun meminyaki kamar
tersebut dengan aroma lain sehingga aku tidak bisa lagi mencium aroma
Afnan. Dan tidak ada yang bisa aku katakan kecuali Alhamdulillahi Rabbil
“aalamin…
Dikutip dari: Rubrik Kisah pada Majalah Qiblati, edisi 04 tahun III – 2008
Kamis, 16 Mei 2013
Nabi Sulaiman AS dan Seekor Semut
Nabi Sulaiman AS dan Seekor Semut
Kerajaan Nabi Sulaiman AS dikala itu sedang mengalami musim kering yang begitu panjang. Lama sudah hujan tidak turun membasahi bumi. Kekeringan melanda di mana-mana. Baginda Sulaiman AS mulai didatangi oleh ummatnya untuk dimintai pertolongan dan memintanya memohon kepada Allah SWT agar menurunkan hujan untuk membasahi kebun-kebun dan sungai-sungai mereka.Baginda Sulaiman AS kemudian memerintahkan satu rombongan besar pengikutnya yang terdiri dari bangsa jin dan manusia berkumpul di lapangan untuk berdo’a memohon kepada Allah SWT agar musim kering segera berakhir dan hujan segera turun.
Sesampainya mereka di lapangan Baginda Sulaiman AS melihat seekor semut kecil berada di atas sebuah batu. Semut itu berbaring kepanasan dan kehausan. Baginda Sulaiman AS kemudian mendengar sang semut mulai berdo’a memohon kepada Allah SWT penunai segala hajat seluruh makhluk-Nya. “Ya Allah pemilik segala khazanah, aku berhajat sepenuhnya kepada-Mu, Aku berhajat akan air-Mu, tanpa air-Mu ya Allah aku akan kehausan dan kami semua kekeringan. Ya Allah aku berhajat sepenuhnya pada-Mu akan air-Mu, kabulkanlah permohonanku”, do’a sang semut kepada Allah SWT.
Mendengar do’a si semut maka Baginda Sulaiman AS kemudian segera memerintahkan rombongannya untuk kembali pulang ke kerajaan sambil berkata pada mereka, “Kita segera pulang, sebentar lagi Allah SWT akan menurunkan hujan-Nya kepada kalian. Allah SWT telah mengabulkan permohonan seekor semut”. Kemudian Baginda Sulaiman dan rombongannya pulang kembali ke kerajaan.
Suatu hari Baginda Sulaiman AS sedang berjalan-jalan. Ia melihat seekor semut sedang berjalan sambil mengangkat sebutir buah kurma.
Baginda Sulaiman AS terus mengamatinya, kemudian beliau memanggil si semut dan menanyainya, “Hai semut kecil untuk apa kurma yang kau bawa itu?”.
Si semut menjawab, “Ini adalah kurma yang Allah SWT berikan kepada ku sebagai makananku selama satu tahun”.
Baginda Sulaiman AS kemudian mengambil sebuah botol lalu ia berkata kepada si semut, “Wahai semut kemarilah engkau, masuklah ke dalam botol ini aku telah membagi dua kurma ini dan akan aku berikan separuhnya padamu sebagai makananmu selama satu tahun. Tahun depan aku akan datang lagi untuk melihat keadaanmu”.
Si semut taat pada perintah Nabi Sulaiman AS.
Setahun telah berlalu. Baginda Sulaiman AS datang melihat keadaan si semut. Ia melihat kurma yang diberikan kepada si semut itu tidak banyak berkurang.
Baginda Sulaiman AS bertanya kepada si semut, “Hai semut mengapa engkau tidak menghabiskan kurmamu”
“Wahai Nabiullah, aku selama ini hanya menghisap airnya dan aku banyak berpuasa. Selama ini Allah SWT yang memberikan kepadaku sebutir kurma setiap tahunnya, akan tetapi kali ini engkau memberiku separuh buah kurma. Aku takut tahun depan engkau tidak memberiku kurma lagi karena engkau bukan Allah Pemberi Rizki (Ar-Rozak), jawab si semut.
Langganan:
Postingan (Atom)